Senin, 03 Juni 2013

Respap. Nibbana


Responding paper Budhisme, “Nibbana”
Nama: Ika Wahyu Susanti/ 1111032100039/ PA/3/B
Nibbana adalah sebutan bahasa Pali dan Nirvana adalah bahasa Sansekerta.[1] Nibbana terdiri dari kata Ni yang artinya padam dan Vana berarti Jalinan atau Keinginan. Nibbana juga diterangkan sebagai pemadam api nafsu keinginan (Lobha), kebencian (Dosa), dan khayalan (Moha).
Bila semua bentuk keinginan dibasmi, daya kemampuan Kamma berhenti bekerja, dan seseorang mencapai Nibbana, terlepas dari lingkaran kelahiran dan kematian.[2] Nibbana bukanlah suatu ketiadaan, melainkan seseorang yang tidak dapat merasakan dengan panca indranya.
Pencapaian Nibbana di bagi menjadi 2 waktu, yaitu[3]:

a.       Nibbana yang masih mengandung sisa-sisa kelima kelompok kehidupan yang masih ada dan ini dicapai dalam kehidupan di dunia ini (Sopadisesa Nibbana Dhatu)Dan dapat pula dicapai setelah mati.
b.      Nibbana yang tidak mengandung sisa-sisa kelima kelompok kehidupan, yang dicapai setelah meninggal dunia(Anupadisesa Nibbana Dhatu)
Nibbana, itu bukan suatu bentuk surga, dimana suatu yang sukar dipahami berdiri, tetapi suatu Dhamma (suatu pencapaian) yang  mudah dicapai oleh kita semua. Alasan mengapa agama Buddha tidak dapat disebut Eternalisme (keabadian) atau Nihilisme[4], karena konsep umat Buddha tentang Nibbana dan konsep umat Hindu tentang Nirvana (Mukti) terletak pada kenyataan bahwa para umat Buddha memandang tujuan mereka tanpa suatu jiwa yang kekal dan pencipta, sementara umat Hindu percaya pada suatu jiwa yang kekal dan seorang pencipta.
Sifat-Sifat Nibbana yaitu:
a.        Kekal (dhuva), Sifat Nibbana adalah Esa dan tidak di ciptakan.
b.      Diinginkan (subha), Nibbana itu diingainkan bukan dalam bentuk benda tetapi sifat dari Nibbana itu itu sendiri.
c.       Bahagia (sukha), Kebahagiaan Nibbana harus dibedakan dari kebahagiaan duniawi biasa. Kebahagiaan Nibbana tidak membosankan atau monoton. Ini adalah suatu bentuk kebahagiaan yang tidak pernah membosankan, tidak pernah berubah. Ini muncul dengan menghilangkan nafsu keinginan tidak sama dengan kebahagiaan duniawi yang sementara, yang diakibatkan oleh kepuasan hawa nafsu.
Kenyataan berhentinya penderitaan adalah biasanya diistilahkan kebahagiaan, walaupun hal ini bukan suatu kata yang tepat untuk menggambarkan sifat yang sesungguhnya.[5]
Jalan menuju Nibbana, di bagi menjadi 3 cara yaitu:
Jalan menuju Nibbana adalah  Jalan Tengah (Majjima Patipada). Jalan tengah ini terdiri dari delapan unsur sebagai berikut :
1.      Pengertian benar
2.      Pikiran Benar
3.      Ucapan Benar
4.      Perbuatan Benar
5.      Mata Pencaharian Benar
6.      Usaha Benar
7.      Perhatian Benar
8.      Konsentrasi Benar
Dua yang pertama digolongkan sebagai kebijaksanaan (panna), tiga yang berikutnya sebagai kesusilaan (sila), dan tiga terakhir sebagai konsentrasi (samadhi). Penjelasan dari panna, sila, dan Samadhi yaitu:
Sila, (moral) merupakan tingkatan pertama pada jalan yang menuju ke Nibbana ini. Seorang Bhikkhu diharapkan menjalankan empat jenis Kesusilaan yang lebih tinggi, yaitu:
1.      Patimokkha Sila                : Tata tertib moral yang mendasar
2.      Indriyasamvara Sila          :Kesusilaan berkenaan dengan pengendalian indra
3.      Ajivaparisuddhi Sila          : Kesusilaan berkenaan dengan kesucian kehidupan
4.      Paccayasannissita Sila      :Kesusilaan berkenaan dengan penggunaan keperluan-keperluan hidup.
Samadhi, (Pembimbing disiplin mental), dengan mendapatkan pijakan yang kuat pada landasan kesusilaan, si calon selanjutnya memulai praktek Samadhi yang lebih tinggi, pengendalian dan perkembangan batin, langkah ke duan dari Jalan Kesucian. Samadhi berarti terpusatnya pikiran pada suatu hal. Ia merupakan konsentrasi pikiran pada suatu obyek dengan mengeluarkan semua yang lain.
Panna (Pandangan Terang) adalah langkah ketiga dan terakhir, yang memungkinkan seseorang calon Pencapai Kesucian untuk menghancurkan semua kekotoran yang ditenangkan oleh Samadhi.

Daftar Pustaka
Narada. Sang Buddha dan Ajaran-Ajarannya. Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama. 1992
Majlis Buddhayana Indonesia. Kebahagian dalam Dhamma. Jakarta: Majlis Buddhayana Indonesia. 1980












[1] Majlis Buddhayana Indonesia, Kebahagian dalam Dhamma, (Jakarta:Majlis Buddhayana Indonesia, 1980), h. 134
[2] Ven. Narada Mahathera, Sang Buddha dan Ajaran-Ajarannya, (Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama, 1992), h. 173
[3] Majlis Buddhayana Indonesia, Kebahagian dalam Dhamma, (Jakarta:Majlis Buddhayana Indonesia, 1980), h. 134

[4] Ibid 189-190
[5] Ven. Narada Mahathera, Sang Buddha dan Ajaran-Ajarannya, (Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama, 1992), h. 181-186

Tidak ada komentar:

Posting Komentar