HINAYANA DAN MAHAYANA
Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Buddhisme
Dosen Pembimbing:
Hj. Siti Nadroh, M.Ag
Oleh:
Noviah ( 1111032100045)
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
I.
PENDAHULUAN
Agama
Buddha pernah mengalami masa keemasannya di Bumi Nusantara pada masa keprabuan
Sriwijaya di Sumatera, kerajaan kuno Mataram dan Majapahit di Jawa. Pada masa
itu, terdapat Perguruan Tinggi Agama Buddha (Mahayana) yang mempunyai nilai
internasional, yakni di Sumatra dan Jawa.
Dalam
sejarah tercatat beberapa sarjana dari negeriTiongkok dan India datang belajar
bahasa Sansekerta, filsafat dan logika Agama Buddha Mahayana. Mereka yang
belajar kesini adalah; I-Tsing (634-713) dua kali ke Sriwijaya dengan 41 bhiksu
yng mahasiswa, Hui-Ning (antara tahun 664-667) berguru kepada Janabhadra
seorang maha guru Buddhism di Jawa, Atisa (982-1054) dari India datang ke
Palembang belajar logika dan filsafat Agama Buddha Mahayana. Tercatat yang ada
pada waktu itu para bhiksu dan sarjana maupun mahasiswa dari negeri China yang
datang ke bumi Nusantara untuk belajar Agama Buddha Mahayana, tidak ada dari
bumi Nusantara yang datang ke Tiongkok untuk belajar. I-Tsing menyalin dan
menterjemahkan banyak kitab-kitab suci penting Agama Buddha Mahayana dari
bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Mandarin. Menurut memoir dari I-Tsing, apa
yang terdapat di Sriwijaya seperi tata-upacara keagamaan adalah sama seperti
India, dan diperkenalkan dia ke Tiongkok melalui buku-buku terjemahannya yang
dikumpulkan selama dua kali berada di Sriwijaya - Palembang[1].
II.
DUA ALIRAN BESAR DALAM AGAMA BUDDHA
Di dalam Agama Buddha terdapatlah dua aliran besar
yaitu Aliran Selatan/Hinayana/Theravada dan Aliran Utara/Mahayana.
1.
ALIRAN HINAYANA
Hinayana adalah ajaran-ajaran asli dari Buddha Gautama
dan kitab sucinya ialah Tipitaka yang terdiri dari Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka
dan Abhidamma Pitaka.
Di dalam aliran Hinayana tidak ada upacara-upacara
keagamaan yang rumit-rumit dan mereka yag menganut aliran ini masih
mempertahankan kesederhanaannya seperti dahulu di waktu Sang Guru sendiri masih
hidup pada 25 abad yang silam.
Prinsip-prinsip
pandangan dari ajarana Hinayana adalah mempertahankan kemurnian ajaran Buddha
dan menjaga ajaran Buddha tidak terpengaruh oleh kebudayaan lain, oleh
karenanya dipandang orthodox. Pengikut-pengikutnya juga tidak begitu meluas
sebagaimana aliran Mahayana. Kata Hinayana sendiri telah menunjukkan isi dan
cita-cita yang terkandung didalamnya yaitu berarti kendaraan kecil. Maksudnya
bahwa aliran ini tidak dapat menampung banyak orang untuk memperoleh
kebahagiaan nirwana, karena dalam prinsip pandangannya menyatakan bahwa setiap
orang bergantung pada usahanya sendiri dalam mencapai kebahagiaan abadi dengan
tanpa adanya penolong dari dewa ataupun manusia Buddha. Aliran ini disebut juga
“Theravada” yang lebih jelas
menggambarkan pendirian aliran tersebut, karena Theravada berarti “jalan orang-orang tua” [2]
Penganut-penganut Hinayana menitikberatkan meditasi
untuk mencapai peneranga sempurna sebagai jalan yang terpendek untuk menyelami
Dhamma dan mencapai pembebasan, Nibbana. Kita hanya mengenal Dhamma dan Nibbana
sebagai jalan dan tujuan dari hidup kita ini, sedang yang lain-lain itu tidakk
menjadi kebutuhan pokok.
Upacara-upacara keagamaan kurang dianggap penting dan
bahkan upacara-upacara yang berlebih-lebihan hanya menjadikan ikatan-ikatan
yang dapat menghambat kemajuan-kemajuan bathin[3].
Para sarjana-sarjana modern, saat ini banyak yang
mencurahkan perhatiannya pada Agama Buddha dan menyelidiki kebenaran-kebenaran
dari ajaran-ajaran Sang Buddha yang telah disabdakan 25 abad yang lalu.
Agama Buddha tidak bertentangan dengan ilmu
pengetahuan karena kedua-duanya bersumber pada kesunyataan yang ada di dalam
dunia ini. Dengan kemajuan-kemajuan ilmiah yang telah dapat dicapai oleh umat
manusia, maka kita akan lebih yakin lagi akan kebenaran-kebenaran yang telah
diajarkan oleh Sang Buddha kepada kita.
v Ajaran Hinayana
Dalam pokok ajarannya Hinayana mewujudkan suatu
perkembangan yang logis dari dasar-dasar yang terdapat di dalama kitab-kitab
kanonik. Jika ajaran itu di ikhtisarkan secara umum, dapat dirumuskan demikian: