Oleh: Ati Puspita
Awalan
Mari tenang dengan memusatkan perhatian pada nafas. Jika cita kita amat terusik, kita boleh menghitung nafas – hela, hirup, satu; hela, hirup; dua – sampai sebelas sebanyak beberapa kali. Jika cita kita cenderung lebih tenang, tak perlu menghitung. Kita bisa memusatkan perhatian hanya pada kesan nafas masuk dan keluar dari hidung.
Lalu kita tegaskan kembali dorongan kita. Di Barat, motivasi tampaknya dipahami dengan makna ‘alasan-alasan kejiwaan dan perasaan untuk mengerjakan sesuatu’. Tapi bukan itu arti kata bahasa Tibet ‘ dun-pa. Maknanya lebih ke ‘tujuan’, hal yang ingin kita capai. Sasaran atau tujuan kita datang ke sini dan mendengarkan ceramah ini adalah untuk memperoleh gambar yang lebih jernih tentang Bon dan hubungannya dengan ajaran Buddha. Kita melakukannya supaya kita dapat mengikuti jalan manapun yang telah kita masuki, baik Bon ataupun Buddha, dengan lebih jernih dan tanpa pandangan picik. Ini supaya kita dapat mencurahkan perhatian pada jalan kerohanian untuk mencapai pencerahan agar bermanfaat bagi setiap orang. Kita tegaskan kembali tujuan ini.
Kemudian kita putuskan untuk sungguh-sungguh untuk mendengarkan dengan penuh perhatian. Persis seperti kita membuat keputusan serupa sebelum bermeditasi, hal itu penting pula dilakukan sebelum memulai kuliah, kerja, atau kegiatan apapun. Kita putuskan bahwa kalau perhatian kita melalak, kita akan bawa ia kembali dan kalau kita mengantuk kita akan mencoba membangunkan diri, agar kita dapat menyerap sepenuhnya manfaat dari hadir di sini. Kita putuskan itu dengan sungguh-sungguh.
Pendahuluan
Malam ini saya telah diminta untuk bicara tentang aliran Bon dan hubungannya dengan ajaran Buddha. Ketika Yang Mulia Dalai Lama bicara tentang aliran-aliran Tibet, beliau kerap mengacu pada lima aliran Tibet: Nyingma, Kagyu, Sakya, Gelug, dan Bon. Dari sudut pandang Yang Mulia, Bon punya tempat yang setara dengan empat silsilah Buddha Tibet. Yang Mulia berpikiran begitu lapang. Tidak setiap orang setuju dengan cara berpendirian semacam itu. Telah dan masih ada begitu banyak pikiran-pikiran aneh tentang Bon di antara para guru Buddha. Dalam sudut pandang ilmu kejiwaan Barat, ketika orang mencoba begitu keras untuk menekankan hal-hal positif dalam kepribadian mereka sebelum mereka betul-betul telah menyelesaikan segala perkara pada tataran yang mendalam, maka sisi bayangan diarahkan pada sosok musuh. “Kitalah orang baik yang berada di jalan murni yang benar dan merekalah yang jahat.” Sayangnya, para Bonpo (penganut Bon – penerj.) sejak dahulu telah menjadi sasaran pengkambing-hitaman ini dalam sejarah Tibet. Kita akan melihat alasan-alasan sejarawinya. Hal ini tentunya perlu dipahami dalam lingkung sejarah politis Tibet.