Tampilkan postingan dengan label Aliran-Aliran Budha. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aliran-Aliran Budha. Tampilkan semua postingan

Selasa, 04 Juni 2013

Sejarah Lima Aliran Buddha Tibet dan Bon

                                 Sejarah Lima Aliran Buddha Tibet dan Bon: Sebuah Pengantar


                                                                    Oleh: Ati Puspita
Awalan
Mari tenang dengan memusatkan perhatian pada nafas. Jika cita kita amat terusik, kita boleh menghitung nafas – hela, hirup, satu; hela, hirup; dua – sampai sebelas sebanyak beberapa kali. Jika cita kita cenderung lebih tenang, tak perlu menghitung. Kita bisa memusatkan perhatian hanya pada kesan nafas masuk dan keluar dari hidung.
Lalu kita tegaskan kembali dorongan kita. Di Barat, motivasi tampaknya dipahami dengan makna ‘alasan-alasan kejiwaan dan perasaan untuk mengerjakan sesuatu’. Tapi bukan itu arti kata bahasa Tibet ‘ dun-pa. Maknanya lebih ke ‘tujuan’, hal yang ingin kita capai. Sasaran atau tujuan kita datang ke sini dan mendengarkan ceramah ini adalah untuk memperoleh gambar yang lebih jernih tentang Bon dan hubungannya dengan ajaran Buddha. Kita melakukannya supaya kita dapat mengikuti jalan manapun yang telah kita masuki, baik Bon ataupun Buddha, dengan lebih jernih dan tanpa pandangan picik. Ini supaya kita dapat mencurahkan perhatian pada jalan kerohanian untuk mencapai pencerahan agar bermanfaat bagi setiap orang. Kita tegaskan kembali tujuan ini.
Kemudian kita putuskan untuk sungguh-sungguh untuk mendengarkan dengan penuh perhatian. Persis seperti kita membuat keputusan serupa sebelum bermeditasi, hal itu penting pula dilakukan sebelum memulai kuliah, kerja, atau kegiatan apapun. Kita putuskan bahwa kalau perhatian kita melalak, kita akan bawa ia kembali dan kalau kita mengantuk kita akan mencoba membangunkan diri, agar kita dapat menyerap sepenuhnya manfaat dari hadir di sini. Kita putuskan itu dengan sungguh-sungguh.
Pendahuluan
Malam ini saya telah diminta untuk bicara tentang aliran Bon dan hubungannya dengan ajaran Buddha. Ketika Yang Mulia Dalai Lama bicara tentang aliran-aliran Tibet, beliau kerap mengacu pada lima aliran Tibet: Nyingma, Kagyu, Sakya, Gelug, dan Bon. Dari sudut pandang Yang Mulia, Bon punya tempat yang setara dengan empat silsilah Buddha Tibet. Yang Mulia berpikiran begitu lapang. Tidak setiap orang setuju dengan cara berpendirian semacam itu. Telah dan masih ada begitu banyak pikiran-pikiran aneh tentang Bon di antara para guru Buddha. Dalam sudut pandang ilmu kejiwaan Barat, ketika orang mencoba begitu keras untuk menekankan hal-hal positif dalam kepribadian mereka sebelum mereka betul-betul telah menyelesaikan segala perkara pada tataran yang mendalam, maka sisi bayangan diarahkan pada sosok musuh. “Kitalah orang baik yang berada di jalan murni yang benar dan merekalah yang jahat.” Sayangnya, para Bonpo (penganut Bon – penerj.) sejak dahulu telah menjadi sasaran pengkambing-hitaman ini dalam sejarah Tibet. Kita akan melihat alasan-alasan sejarawinya. Hal ini tentunya perlu dipahami dalam lingkung sejarah politis Tibet.

Sekte Jodo Shinsu

Sekte Jodo Shinsu Sebagai Pandangan Hidup Orang Jepang

 Oleh: Fahmi Dzilfikri
Bangsa Jepang merupakan bangsa yang kuat dan memiliki harga diri yang tinggi. Berikut ini rahasia dibalik Etos Kerja dan Budaya Kerja Bangsa Jepang
Masyarakat Jepang: masyarakat yang tidak peduli pada agama
Ini merupakan ciri-ciri khusus masyarakat Jepang dibandingkan dengan masyarakat Indonesia. Perbedaan yang paling besar antara masyarakat Jepang dengan Indonesia adalah masyarakat Jepang tidak peduli pada agama.
Dalam undang-undang dasar Jepang, pemerintah tidak boleh ikut campur dalam urusan agama. Dilarang keras memakai anggaran negara untuk hal-hal agama.

Dalam pasal 20 tertulis bahwa semua lembaga agama tidak boleh diberi hak istimewa dari negara dan tidak boleh melaksanakan kekuatan politik, negara dan instansinya tidak boleh melakukan kegiatan agama dan pendidikan agama tertentu. Dan dalam pasal 89 tertulis bahwa uang negara tidak boleh dipakai untuk lembaga agama. ?
Maka di Jepang tidak ada ruangan untuk sembahyang seperti mushala di instansi negara (termasuk sekolah), tidak ada Departmen Agama, tidak ada sekolah agama negara (seperti IAIN di Indonesia).
Menurut beberapa penelitian, sekitar 70% orang Jepang menjawab tidak memeluk agama. Terutama, pemuda Jepang sangat tidak peduli agama. (Pada tahun 1996, mahasiswa yang mempercayai agama tertentu hanya 7.6%).

Sekte-Sekte Agama Budha

Beragam Sekte Agama Buddha 
Latar Belakang begitu banyak tradisi / sekte dalam agama Buddha.

                                                                 Oleh: Ifa Nurofiqoh
Sang Buddha membabarkan ajaran-Nya dengan banyak cara karena mahluk hidup (semua mahluk yang memiliki kesadaran tetapi belum menjadi Buddha, termasuk juga yang berada di alam-alam kehidupan lain) mempunyai watak, kebiasaan, dan minat yang berbeda-beda. Beliau tidak pernah mengharapkan kita semua cocok dengan satu bentuk sehingga ajaran-Nya pun di berikan dalam banyak cara dan dalam beragam cara melatih diri - dengan demikian tiap orang bisa menemukan sesuatu yang sesuai dengan tingkat kesadaran dan kepribadiannya. Dengan keahlian dan belas kasih-Nya dalam menuntun yang lain, Sang Buddha memutar roda Dhamma sebanyak tiga kali - setiap kali selalu dengan sedikit perubahan sistem filosofi. Tetapi esensi dari semua ajaran itu sama : tekad yang teguh untuk keluar dari lingkaran penderitaan yang berulang-ulang (samasra), belas kasih kepada mahluk lain, dan kebijaksanaan ketanpa-akuan. Tidak semua orang menyukai menu yang sama.