Responding paper Budhisme, “Nibbana”
Nama: Ika Wahyu Susanti/ 1111032100039/ PA/3/B
Nibbana adalah
sebutan bahasa Pali dan Nirvana adalah bahasa Sansekerta.[1]
Nibbana terdiri dari kata Ni yang artinya padam dan Vana berarti
Jalinan atau Keinginan. Nibbana juga diterangkan sebagai pemadam api nafsu
keinginan (Lobha), kebencian (Dosa), dan khayalan (Moha).
Bila semua
bentuk keinginan dibasmi, daya kemampuan Kamma berhenti bekerja, dan seseorang
mencapai Nibbana, terlepas dari lingkaran kelahiran dan kematian.[2]
Nibbana bukanlah suatu ketiadaan, melainkan seseorang yang tidak dapat
merasakan dengan panca indranya.
Pencapaian
Nibbana di bagi menjadi 2 waktu, yaitu[3]:
a.
Nibbana yang masih mengandung sisa-sisa kelima kelompok kehidupan
yang masih ada dan ini dicapai dalam kehidupan di dunia ini (Sopadisesa
Nibbana Dhatu)Dan dapat pula dicapai setelah mati.
b.
Nibbana yang tidak mengandung sisa-sisa kelima kelompok kehidupan,
yang dicapai setelah meninggal dunia(Anupadisesa Nibbana Dhatu)
Nibbana, itu
bukan suatu bentuk surga, dimana suatu yang sukar dipahami berdiri, tetapi
suatu Dhamma (suatu pencapaian) yang
mudah dicapai oleh kita semua. Alasan mengapa agama Buddha tidak dapat
disebut Eternalisme (keabadian) atau Nihilisme[4],
karena konsep umat Buddha tentang Nibbana dan konsep umat Hindu tentang Nirvana
(Mukti) terletak pada kenyataan bahwa para umat Buddha memandang tujuan mereka
tanpa suatu jiwa yang kekal dan pencipta, sementara umat Hindu percaya pada
suatu jiwa yang kekal dan seorang pencipta.
Sifat-Sifat
Nibbana yaitu:
a.
Kekal (dhuva), Sifat
Nibbana adalah Esa dan tidak di ciptakan.
b.
Diinginkan (subha), Nibbana itu diingainkan bukan dalam
bentuk benda tetapi sifat dari Nibbana itu itu sendiri.
c.
Bahagia (sukha), Kebahagiaan Nibbana harus dibedakan dari
kebahagiaan duniawi biasa. Kebahagiaan Nibbana tidak membosankan atau monoton.
Ini adalah suatu bentuk kebahagiaan yang tidak pernah membosankan, tidak pernah
berubah. Ini muncul dengan menghilangkan nafsu keinginan tidak sama dengan
kebahagiaan duniawi yang sementara, yang diakibatkan oleh kepuasan hawa nafsu.
Kenyataan
berhentinya penderitaan adalah biasanya diistilahkan kebahagiaan, walaupun hal
ini bukan suatu kata yang tepat untuk menggambarkan sifat yang sesungguhnya.[5]
Jalan
menuju Nibbana, di bagi menjadi 3 cara yaitu:
Jalan
menuju Nibbana adalah Jalan Tengah
(Majjima Patipada). Jalan tengah ini terdiri dari delapan unsur sebagai
berikut :
1.
Pengertian benar
2.
Pikiran Benar
3.
Ucapan Benar
4.
Perbuatan Benar
5.
Mata Pencaharian Benar
6.
Usaha Benar
7.
Perhatian Benar
8.
Konsentrasi Benar
Dua
yang pertama digolongkan sebagai kebijaksanaan (panna), tiga yang
berikutnya sebagai kesusilaan (sila), dan tiga terakhir sebagai
konsentrasi (samadhi). Penjelasan dari panna, sila, dan Samadhi
yaitu:
Sila, (moral) merupakan tingkatan pertama pada
jalan yang menuju ke Nibbana ini. Seorang Bhikkhu diharapkan menjalankan
empat jenis Kesusilaan yang lebih tinggi, yaitu:
1.
Patimokkha Sila : Tata tertib moral yang mendasar
2.
Indriyasamvara Sila :Kesusilaan berkenaan dengan pengendalian indra
3.
Ajivaparisuddhi Sila : Kesusilaan berkenaan dengan kesucian kehidupan
4.
Paccayasannissita Sila :Kesusilaan berkenaan dengan penggunaan keperluan-keperluan hidup.
Samadhi, (Pembimbing
disiplin mental), dengan mendapatkan pijakan yang kuat pada landasan
kesusilaan, si calon selanjutnya memulai praktek Samadhi yang lebih tinggi,
pengendalian dan perkembangan batin, langkah ke duan dari Jalan Kesucian.
Samadhi berarti terpusatnya pikiran pada suatu hal. Ia merupakan konsentrasi
pikiran pada suatu obyek dengan mengeluarkan semua yang lain.
Panna
(Pandangan
Terang) adalah langkah ketiga dan terakhir, yang memungkinkan seseorang calon
Pencapai Kesucian untuk menghancurkan semua kekotoran yang ditenangkan oleh
Samadhi.
Daftar Pustaka
Narada. Sang Buddha dan Ajaran-Ajarannya. Jakarta: Yayasan
Dhammadipa Arama. 1992
Majlis Buddhayana Indonesia. Kebahagian dalam Dhamma. Jakarta:
Majlis Buddhayana Indonesia. 1980
[1] Majlis Buddhayana Indonesia, Kebahagian dalam Dhamma,
(Jakarta:Majlis Buddhayana Indonesia, 1980), h. 134
[2] Ven. Narada Mahathera, Sang Buddha dan Ajaran-Ajarannya,
(Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama, 1992), h. 173
[3] Majlis Buddhayana Indonesia, Kebahagian dalam Dhamma,
(Jakarta:Majlis Buddhayana Indonesia, 1980), h. 134
[4] Ibid 189-190
[5] Ven. Narada Mahathera, Sang Buddha dan Ajaran-Ajarannya,
(Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama, 1992), h. 181-186
Tidak ada komentar:
Posting Komentar