MEDITASI DALAM BUDDHISME
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Matakuliah Buddhisme
Dosen pembimbing:
Hj. Siti Nadroh, M. Ag
Oleh:
Mila Kamilah (1111032100051
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
I.
Pendahuluan
Dalam agama
Buddha kata meditasi dipergunakan sebagai sinonim dari semadi (samadhi) dan
pengembangan batin (bhavana). Tradisi meditasi sudah dikenal pada zaman sebelum
Buddha Gotama. Buddha sendiri menyatakan bahwa ia mendapat pelajaran dari dua
orang brahmana yang terkenal yaitu Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta, dan
Gotama dapat menguasai semua teknik yoga hingga berhasil mencapai konsentrasi
tingkat tertinggi menyamai sang guru. Semadi benar didefinisikan sebagai
pikiran yang baik, yaitu kesadaran (citta) dan corak batin (cetasika) yang
baik, terpusat dengan mapan pada satu objek.
Semadi memiliki
karakteristik (lakkhana) pikiran yang tidak kacau, tidak terganggu, memiliki
fungsi (rasa) mengatasi kekacauan, menyebabkan tercapainya ketenangan.
Manifestasinya (paccupatthana) tidak bergelombang. Sebab yang terdekat
menimbulkan (padatthana) pemusatan pikiran adalah kebahagiaan. “Dengan merasa
bahagia, pikirannya menjadi terpusat” (D. I,73). Namun, pikiran yang baik
(suci) lebih baik daripada terpusat, karena walaupun terpusat (penuh
konsentrasi), pikiran yang buruk menghasilkan semadi yang salah.
II.
Pengertian
Meditasi
Kata “meditasi”
berasal dari bahasa Latin, meditatio, artinya hal bertafakur, hal merenungkan,
memikirkan, mempertimbangkan atau latihan, pelajaran persiapan. Dalam Kamus
Teologi meditasi adalah do’a batin, merenungkan Kitab Suci atau tema-tema
rohani yang lain, bertujuan mencapai kesatuan dengan Allah dan memperoleh pemahaman
atas kehendak Illahi. Sebagai suatu bentuk doa bagi pemula, latihan meditasi langkah
demi langkah akan membawa orang kepada tingkatan kontemplasi yang lebih tinggi
dan sederhana.[1]
Menurut KBBI,
meditasi artinya pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu.
Meditasi mengandung pengertian yang sama dengan tafakur. Bertafakur adalah
menimbang-nimbang dengan sungguh-sungguh, memikirkan, merenung atau
mengheningkan cipta. Semua istilah tersebut sering disebut sering dinamakan
semadi. Bersemadi adalah memusatkan pikiran (meniadakan segala hasrat
jasmaniah).[2]
Bersemadi juga sama dengan bertapa. Bertapa adalah mengasingkan diri dari
keramaian orang-orang (dunia) dengan menahan hawa nafsu untuk mencari
ketenangan batin.
Dalam buku
Meditasi I, meditasi adalah membiasakan diri agar senantiasa mempunyai sikap
yang positif, realistis, dan konstruktif. Dengan bermeditasi kita akan dapat
membangun kebiasaan baik dari pikiran kita. Meditasi dilakukan dengan pikiran,
dengan meditasi kita akan dapat mengalihkan pandangan kita sedemikian rupa
sehingga kita menjadi lebih berwelas asih, cinta kasih, dan kita mengerti
tentang hakikat dari kenyataan hidup ini.[3]
Meditasi juga
dapat membersihkan dari rintangan-rintangan batin (nivarana) yang berupa
keserakahan (lobha), kemarahan, dendam, ngantuk, kelambanan/kemalasan,
kegelisahan dan keragu-raguan dalam praktek meditasi. Orang yang terikat oleh
salah satu nivarana batinnya akan gelap, semua ini dikarenakan oleh sifat-sifat
tidak baik yang dicengkram nivarana. Jika batin belum mencapai ketenangan
pertama, maka batin ini masih merupakan budak
nivarana.
Lima ciri
ketenangan pertama (pathama jhana):
1. Vitaka :saat merenungkan dan berusaha memegang objek.
2. Vicara : dapat memegang objek dengan kuat.
3. Piti : kegiuran yang amat dalam sewaktu
meditasi
4. Sukha
: kebahagiaan yang sulit digambarkan
sewaktu meditasi
5.
Ekaggatarama : batin terpusat, pikiran tidak lari kemana-mana, dan bersatu dalam
objek.
Tujuan meditasi
Sebelum kita
membahas tentang pembagian meditasi, kita juga perlu mengetahui tujuan dari
meditasi itu sendiri. Karena dengan adanya tujuan, kita dapat mengetahui kenapa
orang-orang budha sering melakukan praktek meditasi.
Tujuan terakhir
meditasi adalah sama dengan tujuan akhir dari Buddha Dharma, yaitu untuk
mencapai Nirwana, dan menghapuskan, dan diluar bentuk-bentuk pengalaman manusia
biasa. Oleh karena itu mereka tidak banyak membicarakan tentang Nirwana sebelum
mendapat kemajuan untuk mencapainya sendiri, sebagai suatu jalan yang langsung
diluar pemikiran logika dan rasa pencerapan. Akan tetapi dalam agama Buddha
lebih banyak mengarahkan pelajarannya pada dua macam yang lebih penting,
langsung, nyata, dan dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan pengalaman.
Pertama adalah pemeliharaan serta bertambahnya dan berkembangnya
perasaan-perasaan yang positif dan mulia, seperti: cinta kasih, kasih sayang,
kesucian batin, keseimbangan, dan perasaan simpati pada orang lain. Dan yang
kedua adalah melenyapkan kelobaan, kebencian, kegelapan batin, kesombongan,
nafsu-nafsu, dan semua perasaan negatif (buruk).
Lenyapnya
seluruh penderitaan adalah tujuan pertama dari meditasi, maka pencapaian
perasaan yang positif adalah tujuan yang kedua, dan tujuan yang ketiga adalah
pemusatan pikiran (konsentrasi) dan pandangan terang, serta kebebasan atau
tidak terikat. Konsentrasi (pemusatan pikiran) adalah kemampuan untuk memegang
pemusatan perhatian dengan kuat pada suatu objek tertentu dalam masa waktu yang
diperpanjang[4].
Persiapan
dalam meditasi
Dalam melakukan
meditasi harus ada persiapan terlebih dahulu. Usaha yang pertama dalam latihan
meditasi adalah menenangkan pikiran, memperbesar kebebasan dan mempertinggi
ketelitian.dengan keadaan pikiran yang bebas dan objektif, serta diikuti oleh
pandangan terang, barulah dapat dengan siap sedia menghadapi dan melenyapkan
perasaan-perasaan yang negatif. Menurut mereka, terkait dengan kehidupan yang
serba modern sekarang ini banyak mengandung segi-segi yang dapat merintangi
dalam latihan dan kemajuan meditasi, yaitu:
·
Rintangan yang berbentuk kejiwaan,
·
Materi,
·
Keadaan sosial.
Cara
atau teknik dari meditasi
Di dalam delapan
jalan utama no.7 disebutkan tentang: Perhatian yang benar, yang dinamai juga
Empat Dasar Kesadaran (Sattipatthana). Keempat bagian dari Empat Dasar Kesadaran
itu adalah:
® Kesadaran
terhadap jasmani, kesadaran ini terbagi menjadi 6 bagian:
§ Kesadaran
terhadap pernafasan
§ Kesadaran
terhadapsikap badan
§ Kesadaran
terhadap gerakan badan
§ Kesadaran
terhadap proses yang mengerikan
§ Kesadaran
terhadap unsur-unsur materi
§ Kesadaran
terhadap kekotoran badan
® Kesadaran
terhadap perasaan
® Kesadaran
terhadap pikiran
®
Kesadaran terhadap bentuk-bentuk pikiran[5]
Dalam ajaran
Buddha, kesadaran sejati merupakan dasar dari hidup yang baik yang tidak boleh
ditinggalkan dimanapun, dan kapanpun oleh setiap orang. Hal ini merupakan
syarat pokok bagi semua, bukan hanya pengikut Sang Buddha, akan tetapi untuk
mereka juga yang ingin berusaha mengatur dan mengendalikan (menguasai)
pikirannya yang sangat sulit dikendalikan juga bagi mereka yang sungguh-sungguh
ingin memperkembangkan kecakapannya yang masih terpendam sehingga dapat
mencapai kebahagiaan yang besar.
Teknik
untuk meditasi bervariasi antara sekolah yang berbeda pemikiran - misalnya, ada
ratusan metode tradisional untuk mencapai kesadaran (keadaan pikiran di
mana Anda sangat menyadari saat ini dan jauh dari pikiran Anda sendiri) dan ada
ribuan jiwa visualisasi yang digunakan dalam meditasi. Berbagai bentuk meditasi
yang dirancang untuk mengembangkan karakteristik yang diinginkan berbeda:
konsentrasi, cinta kasih, belas kasih, kebijaksanaan, kebebasan dan sebagainya.
Banyak teknik yang umum namun, seperti fokus pada pernapasan sebagai sarana
untuk mencapai ketenangan dan kesadaran. Metode ini, dikenal sebagai anapanasati
telah direkomendasikan sebagai metode dengan sendirinya untuk mencapai nirwana.
Teknik
ini biasanya melibatkan duduk dengan nyaman, punggung lurus dan tanpa kesulitan
bernapas. meditator bernafas normal, mengamati napas mereka dan hanya
menjadi sadar dari mereka. Tidak ada usaha dibuat untuk mengatur, hanya untuk
mengamati dan menjadi sadar akan tubuh dan fungsinya. Sementara itu meditator
terlatih untuk fokus pada menghilangkan pikiran. Untuk seorang meditator
terlatih, pikiran terus menerus akan mematahkan ketenangan meditasi, tapi
dengan latihan, ketenangan mental yang benar dapat dicapai. Sementara ini
menyederhanakan, tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan pikiran dan
menjernihkan pikiran melalui serangkaian tahapan untuk mencapai nirwana.[6]
Meditasidalam Buddha ada duamacam,
pertama meditasi yang disebut Samatha-Bhavana yaitu meditasi untuk mencapai
ketenangan hidup. Meditasi yang kedua adalah meditasi Vipassana-Bhavana, yaitu meditasi
yang dapat membersihkan kekotoran batin dan pikiran secara total, sehingga kita
dapat mencapai pandangan terang. Penulis akan menjelaskan lebih rinci di sub
dibawah ini.
III.
Meditasi
untuk mencapai ketenangan batin
Meditasi
pengembangan ketenangan (samatha bhavana) menghasilkan pencapaian jhana-jhana
dan kekuatan batin, namun tidak dapat menghilangkan kotoran batin secara
menyeluruh. Samatha bhavana artinya pengembangan ketenangan bathin, atau dengan
sebutan lain yaitu samatha –kammatthana artinya ketenangan batin sebagai tujuan
dari meditasi/samadhi dengan memilih salah satu dari 40 objek dan diantaranya
yang terbaik bagi mereka yang pertama kali melatih Samatha Bhavana ialah
memakai objek Metta.[7]
Samatha Bhavana
merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai ketenangan. Dalam
Samatha Bhavana, batin terutama pikiran terpusat dan tertuju pada suatu obyek.
Jadi pikiran tidak berhamburan ke segala penjuru, pikiran tidak berkeliaran
kesana kemari, pikiran tidak melamun dan mengembara tanpa tujuan.
Dengan
melaksanakan Samatha Bhavana, rintangan-rintangan batin tidak dapat dilenyapkan
secara menyeluruh. Jadi kekotoran batin hanya dapat diendapkan, seperti batu
besar yang menekan rumput hingga tertidur di tanah. Dengan demikian,Samatha
Bhavana hanya dapat mencapai tingkat-tingkat konsentrasi yang disebut
jhana-jhana, dan mencapai berbagai kekuatan batin.
Obyeknya
Obyek yang
dipakai dalam Samatha Bhavana ada 40 macam. Obyek-obyek itu adalah sepuluh
kasina, sepuluh asubha, sepuluh anussati, empat appamañña, satu
aharapatikulasañña, satu catudhatuvavatthana, dan empat arupa. Sebaliknya,
obyek yang dipakai dalam Vipassana Bhavana adalah nama dan rupa (batin dan
materi), atau empat satipatthana.
Penghalangnya
Dalam
melaksanakan Samatha Bhavana, pada umumnya orang yang bermeditasi sering
mendapat gangguan atau halangan atau rintangan, yaitu lima nivarana dan sepuluh
palibodha. Dalam melaksanakan Vipassana Bhavana, terdapat pula
rintangan-rintangan yang dapat menghambat perkembangan pandangan terang, yang disebut
sepuluh vipassanupakilesa.
Dalam Samatha
Bhavana ada 40 macam obyek meditasi. Obyek-obyek meditasi ini dapat dipilih
salah satu yang kiranya cocok dengan sifat atau pribadi seseorang. Pemilihan
ini dimaksudkan untuk membantu mempercepat perkembangannya. Pemilihan sebaiknya
dilakukan dengan bantuan seorang guru.
Keempat puluh
macam obyek meditasi itu adalah :
a.Sepuluh
kasina (sepuluh wujud benda), yaitu :
1.Pathavi kasina
= wujud tanah
2.Apo kasina =
wujud air
3. Teja kasina =
wujud api
4. Vayo kasina =
wujud udara atau angin
5. Nila kasina =
wujud warna biru
6. Pita kasina =
wujud warna kuning
7. Lohita kasina
= wujud warna merah
8. Odata kasina
= wujud warna putih
9. Aloka kasina
= wujud cahaya
10.Akasa kasina
= wujud ruangan terbatas
b.
Sepuluh asubha (sepuluh wujud kekotoran), yaitu :
1. Uddhumataka =
wujud mayat yang membengkak
2. Vinilaka =
wujud mayat yang berwarna kebiru-biruan
3. Vipubbaka =
wujud mayat yang bernanah
4. Vicchiddaka =
wujud mayat yang terbelah di tengahnya
5. Vikkahayitaka
= wujud mayat yang digerogoti binatang-binatang
6. Vikkhittaka =
wujud mayat yang telah hancur lebur
7.
Hatavikkhittaka = wujud mayat yang busuk dan hancur
8. Lohitaka = wujud
mayat yang berlumuran darah
9. Puluvaka =
wujud mayat yang dikerubungi belatung
10.Atthika =
wujud tengkorak
c.
Sepuluh anussati (sepuluh macam perenungan), yaitu :
1. Buddhanussati
= perenungan terhadap Buddha
2. Dhammanussati
= perenungan terhadap Dhamma
3. Sanghanussati
= perenungan terhadap Sangha
4. Silanussati =
perenungan terhadap sila
5. Caganussati =
perenungan terhadap kebajikan
6. Devatanussati
= perenungan terhadap makhluk-makhluk agung atau para dewa
7. Marananussati
= perenungan terhadap kematian
8. Kayagatasati
= perenungan terhadap badan jasmani
9. Anapanasati =
perenungan terhadap pernapasan
10.
Upasamanussati = perenungan terhadap Nibbana atau Nirwana
d.
Empat appamañña (empat keadaan yang tidak terbatas), yaitu :
1. Metta = cinta
kasih yang universal, tanpa pamrih
2. Karuna =
belas kasihan
3. Mudita =
perasaan simpati
4. Upekkha =
keseimbangan batin
e.
Satu aharapatikulasanna (satu perenungan terhadap makanan yang menjijikkan)
f.
Satu catudhatuvavatthana (satu analisa terhadap keempat unsur yang ada di dalam
badan jasmani)
g.
Empat arupa (empat perenungan tanpa materi), yaitu :
1.
Kasinugaghatimakasapaññatti = obyek ruangan yang sudah keluar dari kasina
2.
Akasanancayatana-citta = obyek kesadaran yang tanpa batas
3. Natthibhavapaññati
= obyek kekosongan
4.
Akincaññayatana-citta = obyek bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan
a. sepuluh
kasina (sepuluh wujud benda)
Dalam kasina
tanah, dapat dipakai kebun yang baru dicangkul atau segumpal tanah yang
dibulatkan.dalam kasina air dapat dipakai sebuah telaga atau air yang ada dalam
ember. Dalam kasina api, dapat diakai api yang menyala didepannya diletakkan
seng yang berlubang. Dalam kasina angin dapat dipakai angin yang berhembus dari
pohon-pohon atau di badan. Dalam kasina warna, dapat dipakai benda-benda yang
berwarna. Dalam kasina cahaya, dapat dipakai cahaya matahari atau bulan yang
memantul di dinding atau dilantai melalui cahaya matahari. Dan dalam kasina
ruangan terbatas, dapat dipakai ruagan kosong yang mempunyai batas-batas di
sekeliling.
b. Sepuluh
asubha (sepuluh wujud kekotoran)
Dalam sepuluh
asubha ini orang melihat atau membayangkan sesosok tubuh yang telah menjadi
mayat diturunkan ke dalam lubang kuburan, membengkak, membiru, bernanah,
terbelah ditengahya, dikoyak oleh burung gagak atau serigala, hancur dan
membusuk, berlumuran darah, dikerubungi oleh lalat dan belatung, dan akhirnya
menjadi tengkorak. Selanjutnya ia menarik kesimpulan terhadap badannya sendiri,
“Badanku ini juga mempunyai sifat-sifat itu sebagai kodratnya, tidak dapaat
dihindari.”
c. Sepuluh
anussati (sepuluh macam perenungan)
Dalam
Buddhanussati direnungkan 9 sifat Buddha, yaitu: Maha suci, telah mencapai
penerangan sempurna, sempurna pengetahuan dan tingkah lakunya, sempurna
menempuh jalan ke Nibbana, pengenal semua alam, pembimbing manusia yang tiada
taranya, guru para dewa dan manusia, yang sadar, yang patut dimuliakan. Dan
ditambah lagi dalam kayagatasi, yang merenungkan 32 bagian tubuh, dalam
anapanasati merenungkan keluar masuknya nafas, dalam upasamanussati orang
merenungkan Nibbana atau Nirwana yang terbebas dari kekotoran batin, hancurnya
keinginan, putusnya lingkaran tumimbal lahir.
d. Empat
appamanna (empat keadaan yang tidak terbatas)
Empat appamanna
juga sering disebut dengan Brahma-Vihara (kediaman yang luhur). Dalam melakukan
metta-bhavana seseorang harus mulai dari dirinya sendiri, karena tidak mungkin
dapat memancarkan cinta kasih sejati bila ia membenci dan meremehkan dirinya
sendiri.
e. Satu
aharapatikulassana (satu perenungan terhadap makanan yang menjijikkan)
Disini
merenungkan bahwa makanan adalah barang yang menjijikkan bila telah berada di
dalam perut, direnungkan bahwa apapun yang telah dimakan, diminum, dikunyah,
semuanya akan berakhir sebagai kotoran.
f. Satu catudhatuvavatthana
(satu analisa terhadap keempat unsur yang ada di dalam badan jasmani)
Disini direnungkan
bahwa dalam badan jasmani terdapat empat unsur materi, yaitu:
1) Pathavi-dhatu
(unsur tanah atau unsur padat), ialah segala sesuatu yang bersifat keras dan
padat. Seperti: bulu badan, kuku, gigi, dll.
2) Apo-dhatu
(unsur air atau cair)
3) Tejo-dhatu
(unsur api atau unsur panas)
4)
Vayo-dhatu (unsu angin atau unsur gerak)
g. Empat arupa (empat perenungan tanpa materi)
Disini membahas
mengenai perenungan dengan ruangan yang tidak terbatas dengan sambil
membayangkan dan mengarahkan perhatiannya pada kekosongan atau kehampaan dan
tidak ada apa-apanya dari kesadaran terhadap ruangan yang tanpa batas itu.[8]
IV.
Meditasi
untuk mencapai pandangan terang
Meditasi
pengembangan pandangan terang (vipassana-bhavana) merupakan jalan untuk
menghilangkan semua kotoran batin, yang berpuncak pada Nirwana atau berakhirnya
duka. Vipassana bhavana sebutan lainnya yaitu Vipassana-Kammatthana artinya
pandangan terang sebagai tujuan dari meditas/samadhi, tanpa memakai objek
apapun, melainkan hanya perhatiannya yang ditujukan kepada gerak-gerik jasmani
dan rohani.
Sesungguhnya
pikiran yang tenang bukanlah tujuan terakhir dari meditasi. Ketenangan pikiran
hanyalah salah satu keadaan yang diperlukan untuk mengembangkan pandangan
terang atau Vipassana Bhavana.
Vipassana
Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai pandangan
terang. Dengan melaksanakan Vipassana Bhavana, kekotoran-kekotoran batin dapat
disadari dan kemudian dibasmi sampai keakar-akarnya, sehingga orang yang
melakukan Vipassana Bhavana dapat melihat hidup dan kehidupan ini dengan
sewajarnya, bahwa hidup ini dicengkeram oleh anicca (ketidak-kekalan), dukkha
(derita), dan anatta (tanpa aku yang kekal). Dengan demikian, Vipassana Bhavana
dapat menuju ke arah pembersihan batin, pembebasan sempurna, pencapaian
Nibbana.
Sesungguhnya
"dalam kitab suci telah ditulis bahwa hanya dengan pandangan terang inilah
kita dapat menyucikan diri kita, dan tidak dengan jalan lain".
Dalam
melaksanakan Vipassana Bhavana, obyeknya adalah nama dan rupa (batin dan
materi), atau pancakhandha (lima kelompok faktor kehidupan). Ini dilakukan
dengan memperhatikan gerak-gerik nama dan rupa terus menerus, sehingga dapat
melihat dengan nyata bahwa nama dan rupa itu dicengkeram oleh anicca
(ketidak-kekalan), dukkha (derita), dan anatta (tanpa aku).
Pancakkhandha
(lima kelompok faktor kehidupan) terdiri atas :
rupa-khandha (kelompok jasmani), vedana-khandha (kelompok perasaan), sañña-khandha (kelompok pencerapan), sankhara-khandha (kelompok bentuk pikiran), dan viññana-khandha (kelompok kesadaran). Sesungguhnya, yang disebut pancakkhandha itu adalah makhluk.
rupa-khandha (kelompok jasmani), vedana-khandha (kelompok perasaan), sañña-khandha (kelompok pencerapan), sankhara-khandha (kelompok bentuk pikiran), dan viññana-khandha (kelompok kesadaran). Sesungguhnya, yang disebut pancakkhandha itu adalah makhluk.
Empat macam
satipatthana (empat macam perenungan) terdiri atas :
kaya-nupassana (perenungan terhadap badan jasmani), vedana-nupassana (perenungan terhadap perasaan), citta-nupassana (perenungan terhadap pikiran), dan Dhamma-nupassana (perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran).
kaya-nupassana (perenungan terhadap badan jasmani), vedana-nupassana (perenungan terhadap perasaan), citta-nupassana (perenungan terhadap pikiran), dan Dhamma-nupassana (perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran).
Empat macam
satipatthana itu adalah pancakkhandha, atau nama dan rupa itu sendiri. Kaya
nupassana adalah rupa-khandha. Vedana-nupassana adalah vedana-khandha. Citta-nupassana
adalah Viññana-khandha. Dhamma-nupassana adalah pancakkhandha.
Sesungguhnya,
yang akan berkembang dalam latihan Vipassana itu ialah perhatian yang tajam dan
kesadaran yang kuat.Kaya-nupassana (perenungan terhadap badan jasmani). Salah
satu contoh yang paling populer dan praktis tentang meditasi dengan obyek badan
jasmani ialah anapanasati (menyadari keluar dan masuknya napas). Dalam
anapanasati ini, tidak ada tekanan atau paksaan pada pernapasan. Panjang atau
pendeknya pernapasan harus disadari, tetapi tidak dibuat-buat atau sengaja
diatur. Jadi, bernapas secara biasa dan wajar.
Walaupun menurut
kebiasaan , kesadaran terhadap pernapasan itu pada tingkat permulaan dianggap
sebagai obyek untuk meditasi ketenangan (Samatha Bhavana), yaitu untuk mengembangkan
jhana-jhana, ia juga sangat berguna untuk mengembangkan Pandangan Terang
(Vipassana Bhavana). Dalam pernapasan, yang dipakai sebagai suatu obyek
perhatian murni, naik turunnya gelombang kehidupan yang tidak kekal, yang
timbul tenggelam ini, dapat disadari dengan mudah.
Cara meditasi
lain yang penting, praktis, dan berguna ialah sadar dan waspada terhadap segala
sesuatu yang dilakukan, ketika berjalan, berdiri, duduk, atau berbaring,
sewaktu membungkukkan dan melencangkan badan, sewaktu melihat ke muka dan ke
belakang, ketika berpakaian, makan, dan minum, ketika buang kotoran dan
kencing, ketika berbicara atau berdiam diri.
Di sini tidak
dijalankan penyiksaan badan jasmani dengan maksud untuk mengendalikan badan.
Tetapi dipergunakan jalan tengah yang sederhana, dengan menyadari timbul dan
tenggelamnya bentuk kehidupan setiap saat.
2.
Vedana-nupassana (perenungan terhadap perasaan).
Di sini
direnungkan perasaan yang sedang dialami secara obyektif, baik perasaan senang,
perasaan tidak senang, maupun perasaan yang acuh tak acuh. Direnungkan keadaan
perasaan yang sebenarnya, bagaimana ia timbul, berlangsung, dan kemudian lenyap
kembali.
Perasaan harus
dikendalikan oleh akal dan kebijaksanaan, agar perasaan itu tidak membangkitkan
bermacam-macam bentuk emosi. Apabila perasaan telah dapat diatasi dengan tepat,
maka batin menjadi bebas, tidak terikat oleh apapun di dalam dunia ini.
3.
Citta-nupassana (perenungan terhadap pikiran).
Di sini
direnungkan segala gerak-gerik pikiran. Apabila pikiran sedang dihinggapi hawa
nafsu atau terbebas daripadanya, maka hal itu harus disadari.Pikiran harus
diarahkan pada kenyataan hidup pada saat ini. Masalah-masalah yang telah lewat
atau hal-hal yang akan datang tidak boleh dipikirkan pada saat ini. Betapa
banyak tenaga yang terbuang dengan percuma karena melamunkan keadaan-keadaan
yang telah lalu dan mengkhayalkan keadaan yang akan datang. Jadi, keadaan
pikiran yang sebenarnya harus diamat-amati, agar batin menjadi bebas dan tidak
terikat.
4.
Dhamma-nupassana (perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran).
Di sini
direnungkan bentuk-bentuk pikiran dengan sewajarnya, direnungkan bentuk-bentuk
pikiran dari lima macam rintangan (nivarana), direnungkan bentuk-bentuk pikiran
dari lima kelompok faktor kehidupan (pancakkhandha), direnungkan bentuk-bentuk
pikiran dari enam landasan indriya dalam dan luar (dua belas ayatana),
direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari tujuh faktor Penerangan Agung (Satta
Bojjhanga), dan direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari Empat Kesunyataan Mulia
(Cattari Ariya Saccani).
Cara merenungkan
bentuk-bentuk pikiran dari lima macam rintangan (nivarana) ialah bahwa apabila
di dalam diri orang yang bermeditasi timbul nafsu keinginan, kemauan jahat,
kemalasan dan kelelahan, kegelisahan dan kekhawatiran, atau keragu-raguan, maka
hal itu harus disadari. Demikian pula apabila nivarana itu tidak ada di dalam
dirinya, maka hal itu pun harus disadari. Ia tahu bagaimana bentuk-bentuk
pikiran itu datang dan timbul. Ia tahu bagaimana sekali timbul, bentuk-bentuk
pikiran itu ditaklukkan. Ia tahu bahwa sekali ditaklukkan, bentuk-bentuk
pikiran itu tidak akan timbul lagi kemudian.
Cara merenungkan
bentuk-bentuk pikiran dari lima kelompok faktor kehidupan (pancakkhandha) ialah
dengan menyadari bahwa inilah bentuk jasmani, inilah perasaan, inilah
pencerapan, inilah bentuk pikiran, inilah kesadaran. Ia tahu bagaimana caranya
timbul dan bagaimana caranya lenyap.
Cara merenungkan
bentuk-bentuk pikiran dari enam landasan indriya dalam dan luar (dua bleas
ayatana) ialah dengan menyadari bahwa inilah mata dan obyek bentuk, inilah
telinga dan obyek suara, inilah hidung dan obyek bau, inilah lidah dan obyek
kecapan, inilah badan dan obyek sentuhan, inilah pikiran dan obyek pikiran. Ia
tahu akan belenggu-belenggu yang timbul dalam hubungan dengan semua itu. Ia
tahu bagaimana cara menaklukkan belenggu-belenggu itu. Ia tahu bagaimana
caranya supaya belenggu yang telah dibuang itu tidak timbul lagi kemudian.
Cara merenungkan
bentuk-bentuk pikiran dari tujuh faktor Penerangan Agung (Satta Bojjhanga)
ialah apabila di dalam diri orang yang bermeditasi timbul kesadaran (sati),
penyelidikan Dhamma yang mendalam (Dhamma-Vicaya), tenaga (viriya), kegiuran
(piti), ketenangan (passadhi), pemusatan pikiran (samadhi), atau keseimbangan
(upekkha), maka hal itu harus disadari. Ia tahu bilamana keadaan-keadaan ini
tidak ada di dalam dirinya. Ia tahu bagaimana cara timbulnya, dan bagaimana
cara mengembangkannya dengan sempurna.
Cara merenungkan
bentuk-bentuk pikiran dari Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani)
ialah dengan menyadari berdasarkan kesunyataan bahwa inilah penderitaan, inilah
asal mula dari penderitaan, inilah pemadaman dari penderitaan, inilah jalan
menuju pemadaman dari penderitaan. Ia merenungkan masalah-masalah yang timbul
dan hancur dari bentuk-bentuk pikiran. Akhirnya, ia hidup bebas tanpa ikatan
dalam dunia ini.
Sepuluh
macam Vipassanupakilesa
Vipassanupakilesa
berarti kekotoran batin atau rintangan yang menghambat perkembangan Pandangan
Terang, di dalam melaksanakan Vipassana Bhavana.
Vipassanupakilesa
ini ada sepuluh macam, yaitu :
1. Obhasa, ialah sinar-sinar yang
gemerlapan, yang bentuk dan keadaannya bermacam-macam, yang kadang-kadang
merupakan pemandangan yang menyenangkan.
2. Piti, ialah kegiuran, yang
merupakan perasaan yang nyaman dan nikmat. Piti ini ada lima macam menurut
keadaannya, yaitu :
a. Khudaka Piti, ialah kegiuran
yang kecil, yang suasananya seperti bulu badan yang terangkat atau merinding.
b. Khanika Piti, ialah kegiuran
yang sepintas lalu menggerakkan badan.
c. Okkantika Piti, ialah kegiuran
yang menyeluruh, yang suasananya meriang di seluruh badan, seperti ombak laut
memecah di pantai.
d. Ubbonga Piti, ialah kegiuran
yang mengangkat, yang suasananya seolah-olah mengangkat badan naik ke udara.
e. Pharana Piti, ialah kegiuran
yang menyerap seluruh badan, yang suasananya seluruh badan seperti terserap oleh
perasaan yang menakjubkan.
3. Passadi, ialah ketenangan batin,
yang seolah-olah orang telah mencapai penerangan sejati.
4. Sukha, ialah perasaan yang
berbahagia, yang seolah-olah orang telah bebas dari penderitaan.
5. Saddha, ialah keyakinan yang
kuat dan harapan agar setiap orang juga seperti dirinya.
6. Paggaha, ialah usaha yang
terlalu giat, yang lebih daripada semestinya.
7. Upatthana, ialah ingatan yang
tajam, yang sering timbul dan mengganggu perkembangan kesadaran, karena tidak
memperhatikan saat yang sekarang ini.
8. Ñana, ialah pengetahuan yang
sering timbul dan mengganggu jalannya praktek meditasi.
9. Upekkha, ialah keseimbangan
batin, dimana pikiran tidak mau bergerak untuk menyadari proses-proses yang
timbul
10.Nikanti, ialah perasaan puas
terhadap obyek-obyek.
Sepuluh macam
vipassanupakilesa ini biasanya timbul dalam perkembangan Sammasana-Ñana, yaitu
ñana yang ketiga.[9]
Kesimpulan
Meditasi
(bhavana) berarti pengembangan batin. Meditasi ada dua macam, pertama yaitu
Samatha Bavhana yang tujuannya untuk mencapai ketenangan batin, yang kedua
adalah Vipassana Bhavanayang bertujuan untuk mencapai pandangan terang. Orang
yang bermeditasi sering mendapat gangguan atau rintangan yang berupa sepuluh
palibodha, lima nivarana, dan sepuluh vipassanupakilesa. Oleh karena itu perlu
banyak kesabaran, semangat, dan tekad kuat dalam melakukan meditasi. Tujuan
terakhir meditasi adalah sama dengan tujuan akhir dari Buddha Dharma, yaitu
untuk mencapai Nirwana, dan menghapuskan, dan diluar bentuk-bentuk pengalaman
manusia biasa.
DAFTAR
PUSTAKA
Mukti
Krishnanda Wijaya. Wacana Buddha-Dharma.Jakarta:
Yayasan Dharma Pembangunan, 2003
Meditasi
I.Jakarta: Vajra Dharma Nusantara,2004,
Kebahagiaan dalam Dhamma.
Jakarta: Majelis Budhayana Indonesia,1980
Meditasi
II.Jakarta:
Vajra Dharma Nusantara,2004
[1]
Krishnanda Wijaya-Mukti. Wacana
Buddha-Dharma.(Jakarta: Yayasan Dharma Pembangunan, 2003), h.212
[2]
Ibid.
[3]
Meditasi I.(Jakarta: Vajra Dharma Nusantara,2004), bag.prawacana
[4]Meditasi II.(Jakarta: Vajra Dharma
Nusantara,2004), h.141
[5]
Ibid, hal.157
[7]Kebahagiaan dalam Dhamma. (Jakarta:
Majelis Budhayana Indonesia,1980), h.28
[8]Meditasi II.(Jakarta: Vajra Dharma
Nusantara,2004) hal.85-92
[9]
Ibid, h.109
Tidak ada komentar:
Posting Komentar