Senin, 03 Juni 2013

Respap. Hinayana & Mahayana


Responding Paper ‘ Hinayana dan Mahayana
Oleh: Ika Wahyu Susanti/ PA/ 4/ B

ü  Hinayana adalah ajaran-ajaran asli dari Buddha Gautama dan kitab sucinya ialah Tipitaka yang terdiri dari Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka dan Abhidamma Pitaka.
ü  Prinsip-prinsip pandangan dari ajarana Hinayana adalah mempertahankan kemurnian ajaran Buddha dan menjaga ajaran Buddha tidak terpengaruh oleh kebudayaan lain.
ü  Aliran ini tidak dapat menampung banyak orang untuk memperoleh kebahagiaan nirwana, karena dalam prinsip pandangannya menyatakan bahwa setiap orang bergantung pada usahanya sendiri dalam mencapai kebahagiaan abadi dengan tanpa adanya penolong dari dewa ataupun manusia Buddha. hal ini dapat dipahami dari arti kata Hinayana yaitu kendaraan kecil.
ü  Aliran ini disebut juga “Theravada” yang lebih jelas menggambarkan pendirian aliran tersebut, karena Theravada berarti “jalan orang-orang tua” [1]
ü  Para penganut Hinayana menitikberatkan meditasi untuk mencapai peneranga sempurna sebagai jalan yang terpendek untuk menyelami Dhamma dan mencapai pembebasan, Nibbana.
ü  Pokok ajarannya Hinayana mewujudkan suatu perkembangan yang logis dari dasar-dasar yang terdapat di dalama kitab-kitab kanonik.
ü  Ajaran Hinayana di ikhtisarkan secara umum, dapat dirumuskan demikian:

a.       Segala sesuatu bersifat fana serta hanya berada untuk sesaat saja. Apa yang berada untuk sesaat saja itu disebut dharma. Oleh karena itu tidak ada sesuatu yang tetap berada. Tidak ada aku yag berpikir, sebab yang ada adalah pikiran. Tidak ada aku yang merasa, sebab yang ada adalah perasaan, demikian seterusnya.
b.      Dharma-dharma itu adalah kenyataan atau realitas yang kecil dan pendek, yang berkelompok sebagai sebab dan akibat. Karena pengaliran dharma yang terus menerus maka timbullah kesadaran aku yang palsu atau ada “perorangan” yang palsu.
c.       Tujuan hidup ialah mencapai Nirwana, tempat kesadaran ditiadakan. Sebab segala kesadaran adalah belenggu karena kesadaran tidak lain adalah kesadaran terhadap sesuatu, namun apakah yang tinggal berada di Nirwana itu, sebenarnya tidak diuraikan dengan jelas.
d.      Cita-cita untuk menjadi Pratyeka Buddha, yaitu bahwa karena usahanya sendiri orang dapat mencapai pencerahan bagi dirinya sendiri saja, tidak untuk diberitakan kepada orang lain.
e.       Cita-cita tertinggi ialah menjadi arahat, yaitu orang yang sudah berhenti keinginannya, ketidaktahuannya, dan sebagainya, dan oleh karenanya tidak ditaklukkan lagi pada kelahiran kembali[2].
f.       Manusia dipandang sebagai seorang individu dalam usahanya.
g.      Sebagai kunci keutamaan manusia ialah kebijaksanaan.
h.      Buddha dipandang sebagai orang suci.
i.        Membatasi pengucapan doa pada meditasi.
j.        Meninggalkan atau menolak hal-hal yang bersifat metafisis.
k.      Meninggalkan atau menolak melakukan ritus dan rituals (upacara-upacara agama)
l.        Tidak mengenal dewa-dewa Lokapala (dewa angin) atau Trimurti dan tidak mengenal beryoga atau tantra (mantra-mantra)[3].
·         Aliram Mahayana, yaitu aliran Hinayana yang diperbaharui dengan diberi pelajaran-pelajaran ekstra yang dipelopori oleh Buddhaghosa atau Asvaghosa.
ü  Disebut dengan Mahayana karena dapat menampung sebanyak-banyaknya orang yang ingin masuk Nirwana, hingga diumpamakan sebagai sebuah “kereta besar” yang memuat penumpang banyak (arti kata Mahayana adalah kereta/kendaraan besar).
ü  Perubahan zaman meminta agar Agama Buddha dikurangi kesederhanaannya, hingga lambat laun bentuknya mendekati bentuk Hinduisme.
ü  Bagi agama Buddha yang lama, Buddha itu tidak lain daripada seorang manusia juga, meskipun seorang guru yang termulia, yang pada akhirnya sampai pada martabat Arahat dan mencapai pencerahan Agung. Ia adalah manusia dan tetap manusia.
ü  Di dalam Mahayana, Buddha menjadi suatu makhluk dari golongan yang lebih tinggi, jauh diatas para manusia. Meskipun ia tidak diapandang sebagai Allah dalam arti yang sebenarnya, tetapi setidak-tidaknya ia dianggap mempunyai sifat luar biasa dan ia makin menjadi objek pemujaan dan penyembahan[4].
ü  Pokok-pokok ajaran Mahayana secara ringkas mengajarkan:
a.       Seseorang dalam mencapai Nirwana tidak egoistismementingkan dirinya sendiri akan tetapi dapat saling membantu.
b.      Kunci keutamaan ialah kasih sayang yang disebut “karuna”
c.       Pencapaian tertinggi adalah Bodhisatva (orang yang telah mencapai ilham sehingga terjamin untuk masuk Nirwana).
d.      Buddha dipandang sebagai juru selamat manusia.
e.       Ajarannya bersifat liberal[5].
ü  Secara harfiah Bodhisattva berarti orang yang hakikat atau tabiatnya adalah bodhi (hikmat) yang sempurna.
ü  Awalnya Bodhisattva adalah sebuah gelar bagi tokoh yang ditetapkan untuk menjadi Buddha.
ü  Cita-cita tertinggi di dalam Mahayana adalah untuk menjadi Bodhisattva.
ü  Mahayana ada ajaran tentang pariwarta, yaitu bahwa kebajikan dapat dipergunakan untuk kepentinagn orang lain.
ü  Hal yang kedua, yang memberi cirri Mahayana ialah ajaran tentang Sunyata, yang artinya kekosongan.
ü  Kosong (sunyata) berarti: tidak ada yang mendiaminya. Oleh karena itu sunyata berarti, bahwa tiada pribadi (yang mendiami orang). Segala sesuatu adalah kosong, oleh karenanya tidak ada yang dapat diinginkan atau dicari. Bukan hanya dunia yang kosong, melainkan juga Nirwana bahkan Dharma juga kosong. Kebenaran yang tertinggi adalah kosong, oleh karenanya tak dapat dijadikan  sasaran kepercayaan. Yang Mutlak tak dapat dipegang, seandainya ia dapat dipegang, tak dapat dikenalnya, sebab Yang Mutlak tidak memiliki cirri-ciri yang membedakan denga yang lain.
ü  Di dalam perkembagannya Mahayana mengalami bermacam-macam pengaruh, diantaranya dari gerakan Bakti dan dari aliran Tantra.
ü  Bakti adalah penyembahan pribadi yang berdasarkan kasih kepada dewa yang disembah yang digambarkan dalam bentuk manusia.
ü  Di dalam agama Buddha Hinayana, Triratna, yaitu Buddha, Dharma dan Sangha, menjadi tempat perlindungan, akan tetapi di dalam Mahayana tempat perlindungan itu ialah para Buddha, anak-anak Buddha, atau Bodhisattva dalam arti yang laus dan Dharmakarya.
ü  Diajarkan bahwa Buddha juga terdiri dari lima skadha, dan tiap skandha adalah seorang tokoh Buddha, yang disebut Tathagana.
ü  Tathagana adalah Buddha senantiasa, tidak pernah menjadi manusia, sedang Buddha yang biasa menjadi manusia.
ü  Ajaran tentang  banyak Buddha ini dijabarkan dari ajaran tentang lima skandha, atau lima unsure yang menyusun hidup manusia. Semula diajarkan, bahwa manusia terduru dari lima skandha, yaitu: rupa (tubuh), wedana (perasaan), samjna (pengamatan), samskara (kehendak, keinginan dsb.), dan wijnana (kesadaran).
ü  Pengaruh Tantra menimbulkan pada Mahayana ajaran tentang , yaitu Buddha yang pertama, yang dipandang sudah ada pada mula pertama, yang tanpa asal, yang berada karena dirinya sendiri, yang tak pernah tampak karena berada di dalam Nirwana.
Daftar Pustaka
Arifin, Muhammad. Menguak Misteri Ajaran agama-Agama Besar. Golden Trayon Press. Jakarta: 1986
Hadiwijono, Harun. Agama Hindu dan Buddha. Gunung Mulia. Jakarta: 2003
Jr, A.g Honig. Ilmu Agama. Gunung Mulia. Jakarta: 2003
T, Suwarto. Buddha Dharma Mahayana. Majelis Buddhayana Indonesia. Jakarta: 1995
Kebahagiaan Dalam Dhama. Majelis Buddhayana Indonesia. 1980



            [1]M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta: PT. Golden Trayon Press, 1986), cet-1, h.108
[2] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), cet – 13, h. 91
[3] M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta: PT. Golden Trayon Press, 1986), cet-1, h.109
[4]A.g Honig Jr, Ilmu Agama, ( Jakarta: Gunung Mulia, 2003 ), cet – 10, h.225
[5] M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta: PT. Golden Trayon Press, 1986), cet-1, h.111

Tidak ada komentar:

Posting Komentar